ADHD adalah

1. Apa itu ADHD

ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) adalah gangguan perkembangan dalam peningkatan aktifitas motorik anak-anak hingga menyebabkan aktifitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung berlebihan. Hal ini ditandai dengan berbagai keluhan perasaan gelisah, tidak bisa diam, tidak bisa duduk dengan tenang, dan selalu meninggalkan keadaan yang tetap seperti sedang duduk, atau sedang berdiri. Beberapa kriteria yang lain sering digunakan adalah suka meletup-letup, aktifitas berlebihan, dan suka membuat keributan.

2. Gejala ADHD

a.  Inatensi

Kurangnya kemampuan untuk memusatkan perhatian. Seperti,
a. Jarang menyelesaikan perintah sampai tuntas.
b. Mainan, dll sering tertinggal.
c. Sering membuat kesalahan.
d. Mudah beralih perhatian (terutama oleh rangsang suara).

  b. Hiperaktif

Perilaku yang tidak bisa diam. Seperti,
a. Banyak bicara.
b. Tidak dapat tenang/diam, mempunyai kebutuhan untuk selalu bergerak.
c. Sering membuat gaduh suasana.
d. Selalu memegang apa yang dilihat.
e. Sulit untuk duduk diam.
f. Lebih gelisah dan impulsif dibandingkan dengan mereka yang seusia.

  c. Impulsive

Kesulitan untuk menunda respon (dorongan untuk mengatakan/melakukan sesuatu yang tidak sabar). Seperti,
a. Sering mengambil mainan teman dengan paksa.
b. Tidak sabaran.
c. Reaktif.
d. Sering bertindak tanpa dipikir dahulu.

  d. Sikap menentang

seperti,
a. Sering melanggar peraturan.
b. Bermasalah dengan orang-orang yang memiliki otoritas.
c. Lebih mudah merasa terganggu, mudah marah (dibandingkan dengan mereka yang seusia).

e. Cemas

seperti,
a. Banyak mengalami rasa khawatir dan takut.
b. Cenderung emosional.
c. Sangat sensitif terhadap kritikan.
d. Mengalami kecemasan pada situasi yang baru atau yang tidak familiar.
e. Terlihat sangat pemalu dan menarik diri.

f. Problem sosial

seperti,
a. Hanya memiliki sedikit teman.
b. Sering memiliki rasa rendah diri dan tidak percaya diri.





Syukuran Ulang Tahun Pertama OTC

Keluarga Besar OTC











Tarif Terapi di Okupasi Terapi Center Ponorogo



1. Pilihan Paket 1

Masuk 5 kali seminggu dengan biaya per sesi terapi Rp 40.000,-

2. Pilihan Paket 2

Masuk 3 kali seminggu dengan biaya per sesi terapi Rp 45.000,-

3. Pilihan Paket 3

Masuk 2 kali seminggu dengan biaya per sesi terapi Rp 45.000,-

Penanganan DS

Penanganan DS meliputi :
  • Fisio Terapi : Tujuan fisioterapi adalah untuk mengajarkan pada anak gerakan fisik yang tepat. Untuk itu diperlukan seorang fisioterapis yang ahli dan berpengetahuan dalam masalah yang sering terjadi pada anak Down syndrome seperti low muscle tone, loose joint dan perbedaan yang terjadi pada otot-tulangnya.
  • Terapi Wicara. Suatu terapi yang di perlukan untuk anak DS yang mengalami keterlambatan bicara dan pemahaman kosakata
  • Terapi Sensori Integrasi. Sensori Integrasi adalah ketidakmampuan mengolah rangsangan / sensori yang diterima. Terapi ini diberikan bagi anak DS yang mengalami gangguan integrasi sensori misalnya pengendalian sikap tubuh, motorik kasar, motorik halus dll. Dengan terapi ini anak diajarkan melakukan aktivitas dengan terarah sehingga kemampuan otak akan meningkat.
  • Terapi Tingkah Laku (Behaviour Theraphy) Mengajarkan anak DS yang sudah berusia lebih besar agar memahami tingkah laku yang sesuai dan yang tidak sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.

Down Syndrome Adalah

1. Down Syndrome 

Adalah suatu kondisi keterbelakangan perkembangan fisik dan mental anak yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan.  Kelainan genetik yang terjadi pada kromosom 21 pada berkas q22 gen SLC5A3, yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas.

2. Penyebab Down Syndrome

Penyebab yang spesifik belum diketahiui, tapi kehamilan oleh ibu yang berusia diatas 35 tahun beresiko tinggi memiliki anak syndrom down. Karena diperjirakan terdapat perubahan hormonal yang dapat menyebabkan “non-disjunction” pada kromosom yaitu terjadi translokasi kromosom 21 dan 15. Hal ini dapat mempengaruhi pada proses menua. Bagi ibu-ibu yang berumur 35 tahun keatas, semasa mengandung mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk melahirkan anak Down Syndrom. Sembilan puluh lima penderita down syndrom disebabkan oleh kelebihan kromosom 21. Keadaan ini disebabkan oleh “non-dysjunction” kromosom yang terlibat yaitu kromosom 21 dimana semasa proses pembahagian sel secara mitosis pemisahan kromosom 21 tidak berlaku dengan sempurna.

3. Karakteristik Down Syndrome

 
Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.
  • Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar.
  • Sifat pada kepala, muka dan leher : Mereka mempunyai paras muka yang hampir sama seperti muka orang Mongol.
  • Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar. Pangkal hidungnya kemek. Jarak diantara 2 mata jauh dan berlebihan kulit di sudut dalam. Ukuran mulut adalah kecil dan ukuran lidah yang besar menyebabkan lidah selalu terjulur. Mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia).  Pertumbuhan gigi lambat dan tidak teratur. Paras telinga adalah lebih rendah. Kepala biasanya lebih kecil dan agak lebar dari bahagian depan ke belakang. Lehernya agak pendek.
  • Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds) (80%), white Brushfield spots di sekililing lingkaran di sekitar iris mata (60%), medial epicanthal folds, keratoconus, strabismus, katarak (2%), dan retinal detachment. Gangguan penglihatan karena adanya perubahan pada lensa dan kornea
  • Manifestasi mulut : gangguan mengunyah menelan dan bicara.  scrotal tongue, rahang atas kecil (hypoplasia maxilla), keterlambatan pertumbuhan gigi,  hypodontia, juvenile periodontitis, dan kadang timbul bibir sumbing
  • Hypogenitalism (penis0, scrotum, dan testes kecil), hypospadia, cryptorchism, dan keterlambatan perkembangan pubertas
  • Manifestasi kulit : kulit lembut, kering  dan tipis, Xerosis (70%), atopic dermatitis (50%), palmoplantar hyperkeratosis (40-75%), dan seborrheic dermatitis (31%), Premature wrinkling of the skin, cutis marmorata, and acrocyanosis, Bacteria infections, fungal infections (tinea), and ectoparasitism (scabies), Elastosis perforans serpiginosa, Syringomas, Alopecia areata (6-8.9%), Vitiligo, Angular cheilitis
  • Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.
  • Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics).
  • Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain.Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa congenital heart disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal karena bayi dapat meninggal dengan cepat. Masalah jantung yang paling kerap berlaku ialah jantung berlubang seperti Ventricular Septal Defect (VSD) yaitu jantung berlubang diantara bilik jantung kiri dan kanan atau Atrial Septal Defect (ASD) yaitu jantung berlubang diantara atria kiri dan kanan. Masalah lain adalah termasuk salur ateriosis yang berkekalan (Patent Ductus Ateriosis / PDA). Bagi kanak-kanak down syndrom boleh mengalami masalah jantung berlubang jenis kebiruan (cynotic spell) dan susah bernafas.
  • Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esofagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia).
  • Saluran esofagus yang tidak terbuka (atresia) ataupun tiada saluran sama sekali di bahagian tertentu esofagus. Biasanya ia dapat dekesan semasa berumur 1 – 2 hari dimana bayi mengalami masalah menelan air liurnya. Saluran usus kecil duodenum yang tidak terbuka penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk buang air besar.  Saluran usus rectum atau bagian usus yang paling akhir (dubur) yang tidak terbuka langsung atau penyempitan yang dinamakan “Hirshprung Disease”. Keadaan ini disebabkan sistem saraf yang tidak normal di bagian rektum. Biasanya bayi akan mengalami masalah pada hari kedua dan seterusnya selepas kelahiran di mana perut membuncit dan susah untuk buang air besar Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.
  • Sifat pada tangan dan lengan : Sifat-sifat yang jelas pada tangan adalah mereka mempunyai jari-jari yang pendek dan jari kelingking membengkok ke dalam. Tapak tangan mereka biasanya hanya terdapat satu garisan urat dinamakan “simian crease”.
  • Tampilan kaki : Kaki agak pendek dan jarak di antara ibu jari kaki dan jari kaki kedua agak jauh terpisah dan tapak kaki.
  • Tampilan klinis otot :  mempunyai otot yang lemah menyebabkan mereka menjadi lembik dan menghadapi masalah lewat dalam perkembangan motor kasar. Masalah-masalah yang berkaitan Kanak-kanak down syndrom mungkin mengalami masalah kelainan organ-organ dalam terutama sekali jantung dan usus.
  • Down syndrom mungkin mengalami masalah Hipotiroidism yaitu kurang hormon tairoid. Masalah ini berlaku di kalangan 10 % kanak-kanak down syndrom.
  • Down syndrom mempunyai ketidakstabilan di tulang-tulang kecil di bagian leher yang menyebabkan berlakunya penyakit lumpuh (atlantoaxial instability) dimana ini berlaku di kalangan 10 % kanak-kanak down syndrom.
  • Sebagian kecil mereka mempunyai risiko untuk mengalami kanker sel darah putih yaitu leukimia.
  • Pada otak penderita sindrom Down, ditemukan peningkatan rasio APP (amyloid precursor protein) seperti pada penderita Alzheimer.
  • Masalah Perkembangan Belajar Down syndrom secara keseluruhannya mengalami keterbelakangan perkembangan dan kelemahan akal. Pada peringkat awal pembesaran mereka mengalami masalah lambat dalam semua aspek perkembangan yaitu lambat untuk berjalan, perkembangan motor halus dan bercakap. Perkembangan sosial mereka agak menggalakkan menjadikan mereka digemari oleh ahli keluarga. Mereka juga mempunyai sifat periang. Perkembangan motor kasar mereka lambat disebabkan otot-otot yang lembek tetapi mereka akhirnya berjaya melakukan hampir semua pergerakan kasar.
  • Gangguan tiroid
  • Gangguan pendengaran akibat infeksi telinga berulang dan otitis serosa
  • Usia 30 tahun menderita demensia (hilang ingatan, penurunan kecerdasan dan perubahan kepribadian)
  • Penderita DS sering mengalami gangguan pada beberapa organ tubuh seperti hidung, kulit dan saluran cerna yang berkaitan dengan alergi. Penanganan alergi pada penderita DS dapat mengoptimalkan gangguan yang sudah ada.

Cereberal Palsy Adalah

1. Apa itu Cerebral palsy 

Cerebral Palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu kurun waktu dalam perkembangan anak,mengenai sel-sel motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif akibat kelainan atau cacat pada jaringan otak yang belum selesai pertumbuhannya Walaupun lesi serebral bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral

2. Penyebab Cerebral Palsy

Hingga kini belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan kasus-kasus terjadinya cerebral palsy. Namun diketahui bahwa anak-anak yang beresiko tinggi menyandang cerebral palsy adalah para bayi prematur, bayi yang sangat kecil yang tidak menangis lima menit setelah kelahiran, bayi yang harus berada dalam ventilator selama lebih dari empat minggu, dan bayi yang mengalami pendarahan otak.

3. Jenis-jenis Cerebral Palsy

 Secara umum dikelompokkan dalam empat jenis yaitu:
  • Spastik (tipe kaku-kaku) dialami saat penderita terlalu lemah atau terlalu kaku. Jenis ini adalah jenis yang paling sering muncul. Sekitar 65 persen penderita lumpuh otak masuk dalam tipe ini.
  • Atetoid terjadi dimana penderita yang tidak bisa mengontrol gerak ototnya, biasanya mereka punya gerakan atau posisi tubuh yang aneh.
  • Kombinasi adalah campuran spastic dan athetoid.
  • Hipotonis terjadi pada anak-anak dengan otot-otot yang sangat lemah sehingga seluruh tubuh selalu terkulai. Biasanya berkembang menjadi spastic atau athetoid.
 4. Penanganan Cerebral Palsy

Anak-anak penyandang cerebral palsy memiliki tingkat kelumpuhan fisik yang berbeda. Beberapa hanya mengalami kelumpuhan ringan, sementara yang lainnya mengalami kelumpuhan yang sangat parah. Masalah kesehatan lain yang terkait dengan cerebral palsy mencakup masalah penglihatan hingga kebutaan, gangguan pendengaran, masalah penyerapan makanan (terhisapnya makanan atau cairan ke dalam paru-paru), gastroesophageal reflux (meludah), gangguan bicara, berliur, masalah kesehatan gigi, gangguan tidur, osteoporosis (tulang lemah), dan gangguan perilaku. Kejang-kejang, masalah komunikasi dan bahasa, serta keterbelakangan mental juga menjadi hal yang umum terjadi di antara anak-anak dengan cerebral palsy. Terapi dapat mulai dilakukan segera setelah si anak didiagnosa. Anak dapat diikutsertakan mengikuti terapi gerak, belajar, bicara, pendengaran, serta terapi untuk perkembangan sosialnya

5. Prognosa

 Prognosa Cerebral palsy dapat berkisar dari ringan sampai parah. Anak-anak dengan cerebral palsy ringan bisa menjalani hidup mendekati normal dengan pengobatan yang tepat sementara anak-anak dengan gejala berat mungkin memerlukan perawatan seumur hidup. Si anak mungkin atau mungkin tidak dapat berjalan, berbicara dan merawat dirinya sendiri. Perawatan dan pengobatan akan memaksimalkan potensi anak.
 
6. yang Harus Dilakukan

Bantulah anak Anda menjadi sebagai independen mungkin. Pertimbangkan bergabung dengan kelompok dukungan dan mengambil langkah untuk memastikan bahwa anak Anda menerima pengobatan yang tepat untuk kondisi individu nya. Anak-anak dan orang dewasa dengan cerebral palsy dapat mengambil manfaat dari terapi fisik, terapi okupasi, terapi wicara, operasi untuk memperbaiki kelainan bentuk atau saraf memutuskan, dan obat. Umum termasuk obat relaksan otot, obat anti-kejang dan obat nyeri.


Autisme Adalah

1. Apa itu autisme?

Autisme adalah gangguan perkembangan kompleks yang gejalanya harus sudah muncul sebelum anak berusia 3 tahun. Gangguan neurologi pervasif ini terjadi pada aspek neurobiologis otak dan mempengaruhi proses perkembangan anak. Akibat gangguan ini   sang anak tidak dapat secara otomatis belajar untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga ia seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri.

2. Apa saja gejalanya?

Gejala individu autistik yang harus muncul (salah satu atau kesemuanya) adalah gangguan interaksi kualitatif, gangguan komunikasi yang tidak diusahakan diatasi dengan kemampuan komunikasi non-verbal, dan perilaku repetitif terbatas dengan pola minat, perilaku dan aktifitas berulang.

3. Apa penyebab autisme?

Sampai saat ini, apa yang menjadi penyebab gangguan spektrum autisme ini belum dapat ditetapkan. Negara-negara adikuasa yang sanggup melakukan penelitian menyatakan bahwa penyebab gangguan perkembangan ini merupakan interaksi antara faktor genetik dan berbagai paparan negatif yang didapat dari lingkungan.

4. Apa saja penanganan yang tersedia bagi individu autistik di Indonesia?

Berbagai terapi terbukti membantu meningkatkan kualitas hidup individu autistik. Penanganan yang sudah tersedia di Indonesia antara lain adalah terapi perilaku, terapi wicara, terapi komunikasi, terapi okupasi, terapi sensori integrasi, pendidikan khusus, penanganan medikasi dan biomedis, diet khusus. Penanganan lain seperti integrasi auditori, oxygen hiperbarik, dan pemberian suplemen tertentu. 

5. Apa saja kemungkinan pendidikan bagi mereka? 

Individu autistik tidak berbeda dengan individu lain non-autistik. Artinya, kecerdasan setiap individu sangat bervariasi.. Karena tingkat kecerdasan setiap individu berbeda, intensitas gejala autistik yang ada pada setiap individu juga tidak sama, maka kemungkinan pendidikan bagi individu autistik bervariasi dari ‘bisa mencapai pendidikan setinggi-tinggi mungkin’, sampai ‘tidak bisa dididik tetapi hanya dapat dilatih saja’.

6. Bagaimana prognosa bagi individu autistik?

Prognosa dan hasil akhir tergantung banyak aspek, antara lain: jumlah dan intensitas gejala, usia deteksi, jenis dan intensitas penanganan, serta peranan orang tua dalam generalisasi penanganan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Hasil akhir penanganan, tidak dapat diprediksi karena merupakan interaksi banyak sekali faktor. Penanganan merupakan perjuangan panjang dan perlu kerja keras tak terputus sebelum memberikan hasil yang efektif efisien.

Autisme Adalah

Autisme adalah gangguan perkembangan yang ditandai dengan perkembangan gangguan dalam komunikasi, interaksi sosial, dan perilaku.

KESULITAN MAKAN PADA PENYANDANG AUTIS

KESULITAN MAKAN PADA PENYANDANG AUTIS

Dr Widodo Judarwanto SpA

KORESPONDENSI DAN KOMUNIKASI

telp :  (021) 70081995 – 4264126 – 31922005

 email : wido25@hotmail.com ,  http://kesulitanmakan.bravehost.com


 

 




ABSTRAK
Jumlah penyandang Autis semakin meningkat pesat dalam dekade terakhir ini. Dengan adanya metode diagnosis yang kian berkembang hampir dipastikan penyandang yang ditemukan terkena Autis akan semakin besar. Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, interaksi sosial dan gangguan persepsi sensoris.
Beberapa gangguan Autis seringkali melibatkan gangguan neuroanatomis dan neurofungsional tubuh. Bila gangguan tersebut melibatkan gangguan neurofungsional tubuh salah satu yang terganggu adalah kemampuan koordinasi motorik oral seperti mengunyah dan menelan. Dalam keadaan demikian proses makan pada penyandang akan terganggu sehingga akan mengalami kesulitan makan. Faktor penyebab lainnya adalah karena gangguan nafsu makan. Gangguan neurofungsional dan gangguan nafsu makan tersebut sangat berkaitan dengan gangguan saluran cerna yang di alami penyandang Autis. Pendekatan diet eliminasi provokasi makanan adalah cara yang ideal untuk mencari penyebab gangguan saluran cerna tersebut. Gangguan saluran cerna penyandang Autis dapat disebabkan karena alergi makanan, intoleransi makanan, intoleransi gluten (celiac) atau reaksi simpang makanan lainnya.
Penanganan kesulitan makan pada penyandang Autis harus dilakukan dengan optimal, untuk mencegah komplikasi gangguan tumbuh dan berkembangnya. Perbaikan saluran cerna sebagai salah satu cara penanganan masalah kesulitan makan sekaligus akan memperbaiki gangguan perilaku lainnya pada penyandang Autis.
     

PENDAHULUAN
Upaya peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Optimalisasi tumbuh dan kembang khususnya penyandang Autis adalah menjadi prioritas utama,. Salah satu masalah yang sering dialami  penyandang autis adalah kesulitan pemberian makan pada anak yang dapat mengakibatkan berbagai komplikasi.   
Tumbuh dan berkembangnya anak yang optimal tergantung dari beberapa hal, diantaranya adalah  pemberian nutrisi dengan kualitas dan kuantitas sesuai dengan kebutuhan.  Dalam masa tumbuh kembang tersebut pemberian nutrisi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan sempurna. Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan karena faktor kesulitan makan pada anak.
Pemberian makan pada anak memang sering menjadi masalah buat orangtua atau pengasuh pada penyandang Autis. Keluhan tersebut sering dikeluhkan orang tua kepada dokter yang merawat anaknya. Lama kelamaan hal ini dianggap biasa, sehingga akhirnya timbul komplikasi dan gangguan tumbuh kembang lainnya. Padahal penyandang Autis sudah mempunyai kendala dalam tahap perkembangannya. Salah satu keterlambatan penanganan masalah tersebut adalah pemberian vitamin tanpa mencari penyebabnya sehingga kesulitan makan tersebut terjadi berkepanjangan. Akhirnya orang tua berpindah-pindah dokter dan berganti-ganti vitamin tapi tampak anak kesulitan makannya tidak membaik. Dengan penanganan kesulitan makan pada penyandang autis secara optimal diharapkan dapat mencegah komplikasi yang ditimbulkan. Sehingga dapat meningkatkan kualitas penyandang Autis.
Kesulitan makan bukanlah diagnosis atau penyakit, tetapi merupakan gejala atau tanda adanya penyimpangan, kelainan dan penyakit yang sedang terjadi pada tubuh anak. Pengertian kesulitan makan adalah jika anak  tidak mau atau menolak untuk makan, atau mengalami kesulitan mengkonsumsi makanan atau minuman dengan jenis dan jumlah sesuai usia secara fisiologis (alamiah dan wajar), yaitu mulai dari membuka mulutnya tanpa paksaan, mengunyah, menelan hingga sampai terserap dipencernaan secara baik tanpa paksaan  dan tanpa pemberian vitamin dan obat tertentu. Gejala kesulitan makan pada anak  (1). Kesulitan mengunyah, menghisap, menelan makanan atau hanya bisa makanan lunak atau cair, (2) Memuntahkan atau menyembur-nyemburkan makanan yang sudah masuk di mulut anak, (3).Makan berlama-lama  dan memainkan makanan, (4) Sama sekali tidak mau memasukkan makanan ke dalam mulut atau menutup mulut rapat, (5) Memuntahkan atau menumpahkan makanan, menepis suapan dari orangtua, (6). Tidak menyukai banyak variasi makanan dan (7), Kebiasaan makan yang aneh dan ganjil.

PENYEBAB
Penyebab kesulitan makanan itu sangatlah banyak dan luas, semua gangguan fungsi organ tubuh dan penyakit bisa berupa adanya kelainan fisik, maupun psikis dapat dianggap sebagai penyebab.. Kelainan fisik dapat berupa kelainan organ bawaan atau infeksi bawaan sejak lahir dan infeksi didapat dalam usia anak. Kelainan fisik dapat berupa kelainan organ bawaan atau infeksi bawaan sejak lahir atau infeksi didapat. Pada penyandang Autis tampaknya gangguan saluran cerna merupakan penyebab yang paling sering yang mengakibatkan terjadinya kesulitan makan.
Secara umum penyebab umum kesulitan makan pada anak dibedakan dalam 3 faktor, diantaranya adalah hilang nafsu makan, gangguan proses makan di mulut dan pengaruh psikologis. Beberapa faktor tersebut dapat berdiri sendiri tetapi sering kali terjadi  lebih dari 1 faktor. Pada penyandang Autis penyebab paling sering yang terjadi adalah gangguan nafsu makan dan gangguan proses makan.

GANGGUAN NAFSU MAKAN
Gangguan nafsu makan tampaknya merupakan penyebab utama masalah kesulitan makan pada anak. Pengaruh nafsu makan ini bisa mulai dari yang ringan (berkurang nafsu makan) hingga berat (tidak ada nafsu makan). Tampilan gangguan nafsu makan yang ringan berupa minum susu botol sering sisa,  waktu minum ASI berkurang (sebelumnya 20 menit menjadi 10 menit), makan hanya sedikit atau mengeluarkan,  menyembur-nyemburkan makanan atau menahan makanan  di mulut terlalu lama. Sedangkan gangguan yang lebih berat tampak anak menutup rapat mulutnya, menepis suapan orang tua atau tidak mau makan dan minum sama sekali. Gangguan nafsu makan pada penyandang Autis sering diakIbatkan karena gangguan saluran cerna seperti alergi makanan, intoleransi makanan, intoleransi gluten dan sebaginya. Gangguan utama gangguan saluran cerna pada penyandang Autis berupa gangguan permeabilitias saluran cerna yang sering disebut leaky gut.
Gangguan pencernaan tersebut kadang tampak ringan seperti tidak ada gangguan. Tampak anak sering mudah mual atau muntah bila batuk, menangis atau berlari. Sering nyeri perut sesaat dan  bersifat  hilang timbul, bila tidur sering dalam posisi ”nungging” atau perut diganjal bantal Sulit buang air besar (bila buang air besar ”ngeden”, tidak setiap hari buang air besar, atau sebaliknya buang air besar sering (>2 kali/perhari). Kotoran tinja berwarna hitam atau hijau dan baunya sangat menyengat, berbentuk keras, bulat  (seperti kotoran kambing), pernah ada riwayat berak darah. . Lidah tampak kotor, berwarna putih serta air liur bertambah banyak atau mulut berbau.
Keadaan ini sering disertai gangguan tidur malam. Gangguan tidur malam tersebut seperti malam sering rewel, kolik, tiba-tiba terbangun, mengigau atau menjerit, tidur bolak balik dari ujung ke ujung lain tempat tidur. Saat tidur malam timbul gerakan brushing atau beradu gigi sehingga menimbulkan bunyi gemeretak.
Biasanya disertai gangguan kulit : timbal bintik-bintik kemerahan seperti digigit nyamuk atau serangga, biang keringat, kulit berwarna putih (seperti panu) di wajah atau di bagian badan lainnya dan sebagainya. Kulit di bagian tangan dan kaki tampak kering dan kusam
Tanda dan gejala tersebut di atas sering dianggap biasa oleh orang tua  bahkan banyak dokter atau klinisi karena sering terjadi pada anak. Padahal bila di amati secara cermat tanda dan gejala tersebut merupakan manifestasi adanya gangguan pencernaan, yang mungkin berkaitan dengan kesulitan makan pada anak.

GANGGUAN PROSES MAKAN DI MULUT
            Proses makan terjadi mulai dari memasukkan makan dimulut, mengunyah dan menelan. Ketrampilan dan kemampuan koordinasi pergerakan motorik kasar di sekitar mulut sangat berperanan dalam proses makan tersebut. Pergerakan morik tersebut berupa koordinasi gerakan menggigit, mengunyah dan menelan dilakukan oleh otot di rahang atas dan bawah, bibir, lidah dan banyak otot lainnya di sekitar mulut. Gangguan proses makan di mulut tersebut seringkali berupa gangguan mengunyah makanan.
Tampilan klinis gangguan mengunyah adalah keterlambatan makanan kasar tidak bisa makan nasi tim saat usia 9 bulan, belum bisa makan nasi saat usia 1 tahun, tidak bisa makan daging sapi (empal) atau sayur berserat seperti kangkung. Bila anak sedang muntah dan akan terlihat tumpahannya terdapat bentukan nasi yang masih utuh.  Hal ini menunjukkan bahwa proses mengunyah nasi tersebut tidak sempurna. Tetapi kemampuan untuk makan bahan makanan yang keras seperti krupuk atau biskuit tidak terganggu, karena hanya memerlukan beberapa kunyahan. Gangguan koordinasi motorik mulut ini juga mengakibatkani kejadian tergigit sendiri bagian bibir atau lidah secara tidak sengaja.
Kelainan lain yang berkaitan dengan koordinasi motorik mulut adalah keterlambatan bicara dan gangguan bicara (cedal, gagap, bicara terlalu cepat sehingga sulit dimengerti). Gangguan motorik proses makan ini biasanya disertai oleh gangguan keseimbangan dan motorik lainnya. Gangguan ini  berupa tidak mengalami proses perkembangan normal duduk, merangkak dan berdiri.  Terlambat bolak-balik (normal usia 4 bulan), terlambat duduk merangkak (normal 6-8 bulan) atau tidak merangkak tetapi langsung berjalan, keterlambatan kemampuan mengayuh sepeda (normal usia 2,5 tahun), jalan jinjit, duduk bersimpuh leter “W”. Bila berjalan selalu cepat, terburu-buru seperti berlari, sering jatuh atau menabrak, sehingga sering terlambat berjalan. Ciri lainnya biasanya disertai gejala anak tidak bisa diam, mulai dari overaktif hingga hiperaktif. Mudah marah serta sulit berkonsentrasi, gampang bosan dan selalu terburu-buru.
Gangguan saluran pencernaan tampaknya merupakan faktor penyebab terpenting dalam gangguan proses makan di mulut. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dengan teori ”Gut Brain Axis”. Teori ini menunjukkan bahwa bila terdapat gangguan saluran cerna maka mempengaruhi fungsi susunan saraf pusat atau otak. Gangguan fungsi susunan saraf pusat tersebut berupa gangguan neuroanatomis dan neurofungsional. Salah satu manifestasi klinis yang terjadi adalah  gangguan koordinasi motorik kasar mulut.

GANGGUAN PSIKOLOGIS
            Gangguan psikologis  dahulu dianggap sebagai penyebab utama kesulitan makan pada anak. Tampaknya hal ini terjadi karena dahulu kalau kita kesulitan dalam menemukan penyebab kesulitan makan pada anak. Gangguan psikologis dianggap sebagai diagnosis keranjang sampah untuk mencari penyebab kesulitan makan pada anak. Untuk memastikan gangguan psikologis sebagai penyebab utama kesulitan makan pada anak harus dipastikan tidak adanya kelainan organik pada anak. Kemungkinan lain yang sering terjadi, gangguan psikologis memperberat masalah kesulitan makan yang memang sudah terjadi sebelumnya.
Gangguan pskologis bisa dianggap sebagai penyebab bila kesulitan makan itu waktunya bersamaan dengan masalah psikologis yang dihadapi. Bila faktor psikologis tersebut membaik maka gangguan kesulitan makanpun akan membaik. Untuk memastikannya kadang sulit, karena dibutuhkan pengamatan yang cermat dari dekat dan dalam jangka waktu yang cukup lama. Karenanya hal tersebut hanya mungkin dilakukan oleh orang tua bekerjasama dengan psikater atau psikolog.
Beberapa aspek psikologis dalam hubungan keluarga, baik antara anak dengan orang tua, antara ayah dan ibu atau hubungan antara anggota keluarga lainnya dapat mempengaruhi kondisi psikologis anak. Misalnya bila hubungan antara orang tua yang tidak harmonis, hubungan antara anggota keluarga lainnya tidak baik  atau suasana keluarga yang penuh pertentangan, permusuhan atau emosi yang tinggi akan mengakibatkan anak mengalami ketakutan, kecemasan, tidak bahagia, sedih atau depresi. Hal itu mengakibatkan anak tidak aman dan nyaman sehingga bisa membuat anak menarik diri dari kegiatan atau lingkungan keluarga termasuk aktifitas makannya

KOMPLIKASI KESULITAN MAKAN
                Peristiwa kesulitan makan yang terjadi pada penyandang Autis biasanya berlangsung lama. Komplikasi yang bisa ditimbulkan adalah gangguan asupan gizi seperti kekurangan kalori, protein, vitamin, mineral, elektrolit dan anemia (kurang darah).
Kekurangan kalori dan protein yang terjadi tersebut akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan atau gagal tumbuh. Tampilan klinisnya adalah terjadi gangguan dalam peningkatan berat badan. Bahkan terjadi kecenderungan berat badan tetap dalam keadaan yang cukup lama. Dalam keadaan normal anak usia di atas 2 tahun seharusnya terjadi peningkatan berat badan 2 kilogram dalam setahun.
Defisiensi zat gizi ini ternyata juga akan memperberat masalah gangguan metabolisme dan gangguan fungsi tubuh lainnya yang sudah terjadi pada penyandang Autis.  Keadaan ini tentunya akan menghambat beberapa upaya penanganan dan terapi yang sudah dilakukan sebelumnya.
Tabel 1. Penyakit akibat kekurangan vitamin dengan gejala dan tanda klinis :



NAMA PENYAKIT
KEKURANGAN/ DEFISIENSI
GEJALA DAN TANDA KLINIS
1
Buta senja (xeroftalmia)
Vitamin A
Mata kabur atau buta
2
Beri-beri
Vitamin B1
Badan bengkak, tampak rewel, gelisah, pembesaran jantung kanan
3
Ariboflavinosis
Vitamin B2
Retak pada sudut mulut, lidah merah jambu dan licin
4
Defisiensi B6
Vitamin B6
Cengeng, mudah kaget, kejang, anemia (kurang darah), luka di mulut
5
Defisiensi Niasin
Niasin
Gejala 3 D (dermatitis /gangguan kulit, diare, deementia), Nafsu makan menurun, sakit di ldah dan mulut, insominia, diare, rasa bingung.
6
Defisiensi Asam folat
Asam folat
Anemia, diare
7
Defisiensi B12
Vitamin B12
Anemia, sel darah membesar, lidah halus dan mengkilap, rasa mual, muntah, diare, konstipasi.
8
Defisiensi C
Vitamin C
Cengeng, mudah mara, nyeri tungkai bawah, pseudoparalisis (lemah) tungkai bawah, perdarahan kulit
9
Rakitis dan Osteomalasia
Vitamin D
Pembekakan persendian tulang, deformitas tulang, pertumbuhan gigi melambat, hipotoni, anemia
10
Defisiensi K
Vitamin K
Perdarahan, berak darah, perdarahan hidung dsb



Tabel 2. Penyakit akibat kekurangan mineral  dan elektrolit dengan gejala dan tanda klinis:


Nama penyakit
Kekurangan/
Defisiensi
Gejala dan tanda klinis
1
Anemia Defisiensi Besi
Zat besi
pucat, lemah, rewel
2
Defisiensi Seng
Seng
Mudah terserang penyakit, pertumbuhan lambat, nafsu makan berkurang, dermatitis
3
Defisiensi tembaga
tembaga
Pertumbuhan otak terganggu, rambut jarana dan mudah patah, kerusakan pembuluh darah nadi, kelainan tulang
4
Hipokalemi
kalium
Lemah otot, gangguan jantung
5
Defisiensi klor
klor
Rasa lemah, cengeng
6
Defisiensi Fluor
Fluor
Resiko karies dentis (kerusakan gigi)
7
Defisiensi krom
krom
Pertumbuhan kurang, sindroma like diabetes melitus
8
Hipomagnesemia
magnesium
Defisiensi hormon paratiroid
9
Defisiensi Fosfor
Fosfor
Nafsu makan menurun, lemas
10
Defisiensi Iodium
Iodium
Pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsI mental, perkembangan fisik

PENANGANAN KESULITAN MAKAN PADA penyandang AUTIS
Pendekatan dan penanganan terbaik pada kasus kesulitan makan pada penyandang autis bukanlah hanya dengan pemberian vitamin nafsu makan, tetapi harus dilakukan pendekatan yang cermat, teliti dan terpadu. Pemberian vitamin nafsu makan hanya akan mengaburkan penyebab Kesulitan makan tersebut. Sering terjadi orang tua dalam menghadapi masalah kesulitan makan pada anaknya telah berganti-ganti dokter dan telah mencoba berbagai vitamin tetapi tidak kunjung membaik.
Beberapa  langkah yang dilakukan pada penatalaksanaan kesulitan makan pada anak yang harus dilakukan adalah : (1). Pastikan apakah betul anak mengalami kesulitan makan (2) Cari penyebab kesulitan makanan pada anak, (3). Identifikasi adakah komplikasi yang terjadi, (4) Pemberian pengobatan terhadap penyebab, (5). Bila penyebabnya gangguan saluran cerna (seperti alergi, intoleransi atau coeliac), hindari makanan tertentu yang menjadi penyebab gangguan.
Bila terdapat kesulitan makan yang berkepanjangan lebih dari 2 minggu sebaiknya harus segera berkonsultasi dengan dokter keluarga atau dokter anak yang biasa merawat. Dengan penanganan awal namun kesulitan makan tidak membaik hingga lebih 1 bulan disertai dengan gangguan kenaikkan berat badan dan belum bisa dipastikan penyebabnnya maka sebaiknya dilakukan penanganan beberapa disiplin ilmu. Koordinator penanganannya adalah dokter anak atau dokter tumbuh kembang anak. Dokter anak yang merawat harus mengkonsultasikan ke dokter spesialis anak dengan minat subspesialis tertentu untuk menyingkirkan kelainan organik atau medis sebagai  penyebab kesulitan makan tersebut. Bila dicurigai adanya latar belakang psikologis maka kelainan makan tersebut harus dikonsultasikan pada psikiater atau pskolog anak.
Penanganan kesulitan makan yang paling baik adalah dengan mengobati atau menangani penyebab tersebut secara langsung. Mengingat penyebabnya demikian luas dan kompleks bila perlu hal tersebut harus ditangani oleh beberapa disiplin ilmu tertentu yang berkaitan dengan kelainannya. Bila dalam waktu satu bulan kesulitan makan  tidak kunjung membaik disertai penurunan  atau tidak meningkatnya berat  badan dan  belum ditemukan penyebabnya  kita harus waspada. Sebelum menjadi lebih berat dan timbal komplikasi yang lebih berat maka bila perlu dalam penanganan kesulitan makan tersebut  harus  melibatkan berbagai disilpin ilmu kedokteran. Dokter spesialis dengan peminatan tertentu yang sering berkaitan dengan hal ini adalah :  Dokter  Spesialis Anak minat gizi anak, tumbuh kembang anak, alergi anak,  neurologi anak atau psikiater anak, psikolog anak, Rehabilitasi Medis, dan beberapa subspesialis lainnya. Bila masalah gangguan pencernaan cukup menonjol maka sebaiknya berkonsultasi dengan dokter spesialis anak gastroenterologi, bila masalah alergi yang dominan maka konsultasi ke dokter alergi anak demikian seterusnya.
Penyebab kesulitan makanan demikian kompleks dan luas, kadang penyebabnya lebih dari satu bahkan satu sama lain saling mempengaruhi dan memberatkan. Sehingga sering terjadi kebingungan pada orang tua, karena beberapa diagnosis dan penanganannya sangat berbeda atau bertentangan antara dokter satu dengan lainnya. Perbedaan ini terjadi karena kurangnya komunikasi antara dokter yang merawat atau mungkin juga sering terjadi penanganan penyakit anak yang ditangani secara sepotong-sepotong. Paling ideal dalam menangani kasus seperti ini adalah dengan cara holistik, dimana semua yang dicurigai sebagai penyebab dicari dan ditangani secara tuntas secara bersamaan. Dokter yang harus merawat melakukan komunikasi satu sama lainnya, baik melalui rekam medis (catatan penyandang) atau hubungan langsung.
Gangguan pencernaan kronis pada penyandang Autis tampaknya sebagai penyebab paling penting dalam kesulitan makan. Gangguan saluran cerna kronis yang terjadi adalah imaturitas saluran cerna, alergi makanan, intoleransi makanan, penyakit coeliac dan gangguan reaksi simpang makanan lainnya. Sebagian besar kelainan reaksi simpang makanan tersebut terjadi karena adanya jenis makanan yang mengganggu saluran cerna anak sehingga menimbulkan kesulitan makan. Berkaitan dengan hal ini tampaknya pendekatan diet merupakan penatalaksanaan terkini yang cukup inovatif.
Penelitian yang dilakukan di Picky Eater Clinic Jakarta,  dengan melakukan pendekatan diet pada 218 anak dengan kesulitan makan. Pendeketan diet adalah dengan cara penghindaran makanan yang berpotensi mengakibatkan reaksi simpang makanan. Setelah dilakukan penghindaran makanan selama 3 minggu, tampak perbaikan kesulitan makan sejumlah 78% pada minggu pertama, 92% pada minggu ke dua dan 96% pada minggu ketiga. Gangguan saluran cerna juga tampak membaik sekitar 84% dan 94% penyandang antara minggu pertama dan ketiga. Tetapi perbaikan gangguan mengunyah dan menelan hanya bisa diperbaiki sekitar 30%. Pendekatan diet mungkin dapat digunakan sebagai alat untuk mendiagnosis gangguan saluran cerna yang ada, tanpa harus menggunakan pemeriksaan laboratorium yang mahal dan invasif.m Perbaikkan yang terjadi pada gangguan kesulitan makan, gangguan saluran cerna tersebut ternyata juga diikuti oleh perbaikkan pada gangguan perilaku yang menyertai seperti gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi dan sebagainya. Demikian pula pada penyandang Aiutis, pendekatan penanganan tersebut selain memperbaiki permasalahan makan yang dihadapi diharapkan sekaligus ikut  memperbaiki beberapa gangguan perilaku yang terjadi.
Penanganan dalam segi neuromotorik dapat melalui pencapaian tingkat kesadaran yang optimal dengan stimulasi sistem multisensoris, stimulasi kontrol gerak oral dan refleks menelan, teknik khusus untuk posisi yang baik. Penggunaan sikat gigi listrik kadang membantu msnstimulasi sensoris otot di daerah mulut. Tindakan yang tampaknya dapat membantu adalah melatih koordinasi gerakan otot mulut adalah dengan membiasakan minum dengan memakai sedotan, latihan senam gerakan otot mulut, latihan meniup  balon atau harmonika. Terapi okupasi yang diberikan pada penyandang Autis yang berkaitan dengan perbaikkan koordinasi motorik mulut juga akan membantu sekaligus mengatasi problem kesulitan makan.
            Pemberian vitamin tertentu  sering dilakukan oleh orang tua atau dokter pada kasus kesulitan makan pada anak. Tindakan ini bukanlah cara terbaik untuk menyelesaikan masalah, bila tidak disertai dengan mencari  penyebabnya. Kadangkala pemberian vitamin justru menutupi penyebab gangguan tersebut, kalau penyebabnya tidak tertangani tuntas maka keluhan tersebut terus berulang. Bila penyebabnya tidak segera terdeteksi maka anak akan tergantung dengan pemberian vitamin tersebut, padahal bila kita tidak waspada terdapat beberapa akibat dari pemberian obat-obatan dan vitamin dalam jangka waktu yang lama.
            Selain mengatasi penyebab kesulitan makan sesuai dengan penyebab, harus ditunjang dengan cara pemberian makan yang sesuai untuk anak. Pemberian makanan yang berserat seperti sayur kangkung, bayam, atau sawi harus disajikan dalam bentuk yang lebih halus. Misalnya, harus diblender atau  dipotong kecil dan halus. Pilihan lain dicari alternatif sayur yang mudah dikunyah seperti wortel atau kentang.  Demikian juga dengan pemberian makanan daging sapi atau empal harus berupa bakso, perkedel atau daging yang tidak berserat. Bila kesulitan dalam makan nasi sebaiknya dibuat nasi yang lebih lembek atau kalau perlu bubur.
Anak dengan gangguan makan, kebiasaan dan perilaku makannya berbeda dengan anak yang sehat lainnya. Keadaan ini biasanya terjadi jangka panjang, pada beberapa kasus seperti alergi makanan keadaan akan membaik setelah usia setelah usia 5-7 tahun. Pada kasus penyakit coeliac atau intoleransi makanan terjadi dalam waktu yang lebih lama bahkan tidak sedikit yang terjadi hingga dewasa.

PENUTUP
Faktor utama penyebab kesulitan makan pada penyandang Autis adalah gangguan proses koordinasi motorik mulut (gangguan mengunyah dan menelan) dan gangguan nafsu makan. Gangguan tersebut sangat berkaitan dengan gangguan saluran cerna yang dialami penyandang Autis. Pendekatan diet eliminasi provokasi makanan adalah cara yang ideal untuk mencari penyebab sekaligus penanganan gangguan saluran cerna tersebut. Gangguan saluran cerna penyandang Autis dapat disebabkan karena alergi makanan, intoleransi makanan, intoleransi gluten (celiac) atau reaksi simpang makanan lainnya.
Penanganan kesulitan makan pada penyandang Autis harus dilakukan sejak dini secara  optimal. Sehingga dapat dicegah komplikasi kesulitan makan dan gangguan tumbuh kembang lainnya. Perbaikan saluran cerna sebagai salah satu cara penanganan masalah kesulitan makan sekaligus akan memperbaiki gangguan perilaku yang terjadi pada penyandang Autis.
           
DAFTAR PUSTAKA
1.       Burd L, Kerbeshian J: Psychogenic and neurodevelopmental factors in autism. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry 1988 Mar; 27(2): 252-3.
2.       Singer HS: Pediatric movement disorders: new developments. Mov Disord 1998; 13 (Suppl 2): 17.
3.       Horvath K, Papadimitriou JC, Rabsztyn A, et al: Gastrointestinal abnormalities in children with autistic disorder. J Pediatr 1999 Nov; 135(5): 559-63.
4.       Volkmar FR, Cohen DJ: Neurobiologic aspects of autism. N Engl J Med 1988 May 26; 318(21): 1390-2.
5.       Agus Firmansyah.Aspek.  Gastroenterology problem makan pada bayi dan anak. Pediatric Nutrition Update, 2003.
6.       Berg, Frances., ed. Afraid to Eat: Children and Teens in Weight Crisis. Hettinger, ND: Healthy Weight Institute, 402 S. 14th St., Hettinger, ND 58639, 1996.
7.       Hirschmann, Jane R., CSW, and Zaphiropoulos, Lela, CSW. Preventing Childhood Eating Problems: A Practical, Positive Approach to Raising Children Free of Food & Weight Conflicts Carlsbad, CA: Gürze Books, 1993
8.       Kubersky, Rachel. Everything You Need to Know about Eating Disorders New York: Rosen Publishing Group, 1992.
9.       Levine, Michael, PhD, and Hill, Laura, PhD. A 5-Day Lesson Plan on Eating Disorders: Grades 7-12 Tulsa, OK: NEDO, 1996.
Maine, Margo, PhD. Father Hunger: Fathers, Daughters, & Food Carlsbad, CA: Gürze Books, 1991.
10.    Judarwanto Widodo, Kesulitan makan pada penyandang alergi dengan gastroenteropati Atopi. (tidak dipublikasikan).                                                                                                        
11.    Soepardi Soedibyo, Sri Nasar. Feeding problem from nutrition perspective.Pediatric nutrition update,2003.
12.    Bryant-Waugh R., Lask B. Eating Disorders in Children. Journal of Child Psychology and Psychiatry and Allied Disciplines 36 (3), 191-202, 1995.
13.     Costa M, Brookes SJ. The enteric nervous system. Am J Gastroenterol 1994;89:S29-137.
14.     Goyal RK, Hirano I. The enteric nervous system. N Engl J Med 1996;334:1106-1115.